BAPER

23.22


Ceritanya sekarang ini lagi kesemsem-kesemsem gitu kayak anak-anak ABG. Maklum diumur-umur sekarang emang hormon masih kuat dan bergejolak jadi hal-hal mengenai cinta-cintaan itu menjadi masalah pokok yang tak bisa terkendalikan. Alay-alayan dikit ngga apa-apa kali ya.

Efek sendirian di kosan, orang lain udah pada pulang memanfaatkan libur natal dan tahun barunya sedangkan saya masih stay menjadi penghuni terakhir. Sendirinya ini tidak menjadi masalah buat saya karena emang saya orang yang suka dengan kesendirian. Masalahnya adalah menjelang malam fikiran saya mulai menyibukkan diri dengan mengingat memori-memori yang baru kemarin terjadi yang membuat perasaan saya tidak bisa terkontrol. Entah mengapa itu yang pasti kemarin-kemarin sudah mulai terlupakan dengan perasaan itu tetapi malam ini entah dari mana datangnya, perasaan itu mulai muncul kembali ke permukaan. Ini menyiksa!. Apalagi kali ini saya sedang sendiri di kosan dengan diiringi lagu-lagu sendu yang ngga berhenti-berhenti saya play untuk meramaikan suasana kosan. tambah menjadi-jadi perasaan ini.


Bermula ketika saya menjadi panitia untuk acara MMPE yang mana ini menjadi ke 3 kalinya saya terlibat di acara tersebut. MMPE ini sejenis mumas yang isinya kurang lebih membahas ad/art, laporan pertanggungjawaban himpunan dan pemilihan ketua himpunan baru. Setiap tahun selalu diselenggarakan, biasanya diselenggarakannya di bulan Desember. Dari 2 MMPE sebelumnya, MMPE yang ini sangat membekas buat saya pribadi. MMPE Sebelum-sebelumnya saya lebih memfokuskan diri dengan tugas yang diberikan kepada saya, jadi hal-hal lain tidak saya perhatikan. Untuk yang sekarang, karena mungkin sudah terlalu sering saya ikut acara ini, jadi untuk tugas dan tanggung jawab tidak terlalu saya fikirkan secara berlebihan. ternyata ini menjadi malapetaka buat saya. 

Rapat pedana MMPE menjadi awal pertemuan seluruh panitia yang terdiri dari tingkat 1,2 dan 3. Saya ingat betul itu rapatnya dilaksanakan di depan perpustakaan pusat dan dihadiri banyak sekali panitia. Sepertinya pada hari itu hampir semua panitia hadir. Pembahasannya masih yang ringan-ringan, hanya sekedar perkenalan dan pembagian kerja. Naturalnya manusia yang dianugerahkan mata yang alhamdullilah berfungsi dengan baik, kalau ngeliat orang-orang baru itu pinginnya lirik-lirik nyari yang “bisa diliat”. Karena banyak jadi Cuma liat sekilas dan hasilnya biasa aja not bad lah. Rapat kedua yang bertempat di ruang kuliah, agendanya ngomongin RAB per divisinya untuk ngerancang anggaran MMPE sekarang. Dan lagi, mata saya tidak menangkap sosok yang “bisa diliat” atau istilah yang tadi mah not bad lah. Rapat kedua juga lumayan banyak yang hadir tapi nggak sebanyak rapat perdana. Rapat ketiga panitia yang hadir mulai menyusut bahkan pada saat itu panitia yang hadir bisa diitung oleh kedua jari tangan. pembahasannya fiksasi tema dan anggaran biaya. Karena sedikit jadi bisa dilihat dengan seksama oleh mata orang-orang yang datangnya. Masih tetap biasa aja , untuk kali ini malah saya nggak terlalu memfokuskan melirik-lirik karena saya kira emang nggak ada yang perlu saya liat. Dari 2 rapat kemarin juga nggak ada yang membuat mata saya harus memprioritaskan sosok yang harus saya liat. Lanjut rapat keempat pembahasan hari H dan kesiapan setiap divisi karena acara sudah mulai dekat. Bertempat di lantai 2 gedung FKIP, panitia yang hadir lumayan lah dibanding rapat kemarin. Rapat keempat ini untuk kali pertama diakhir rapat kita mendokumentasikan rapatnya dengan foto-foto. Rapat kelima, nah ini yang menjadi awal tumbuhnya rasa yang –sampai sekarang- menyiksa ini. Rapatnya di depan perpustakaan pusat karena panitia yang hadir lumayan banyak. Agendanya yaitu fiksasi semuanya karena saat itu sudah H-1 yang artinya acaranya besok dilaksanakan. Dengan diawali hukuman yang saya terima akibat keterlambatan 10 menit dari waktu yang sudah dijanjikan. Saya harus menerima hukuman push up 10 kali di depan adik-adik tingkat dan itu rasanya malu yang tiada tara. Setelah menyelesaikan hukuman, saya langsung duduk dan tempat duduk saya bersebelahan dengan ketua pelaksana. Kaca mata langsung saya lepas, alasan pertama yaitu agar saya ngga melihat dengan jelas ekspresi yang adik tingkat berikan melihat saya yang sudah kena hukuman, alasan kedua yaitu again and again, itu si tangkai sebelah kirinya potong akibat ketiduran pas belajar untuk UAS jadi nggak enak untuk dipake. Formasi duduk rapat pada saat itu melingkar, duduk per divisi dan semua menghadap ke ketua pelaksana. Karena saya disamping ketua pelaksana, otomatis seluruh panitia bisa saya liat satu per satu. Ketika saya sedang merevisi agenda acara, seluruh divisi sedang melaporkan tugas yang sudah mereka kerjakan dan kendala yang mereka alami. Tibalah di salah satu divisi yang sedang kebingungan melaporkan apa saja yang sudah dipersiapkan karena koordinatornya belum datang. Saya mencoba menyebutkan satu persatu kebutuhan MMPE yang harus dipersiapkan oleh divisi itu tetapi tetap saja mereka bingung. Akhirnya ketua pelaksana menyarankan mereka menghubungi koordinatornya agar secepatnya datang dan melaporkan apa saja yang sudah dipersiapkan. Tidak lupa saya pun menjalankan tugas saya sebagai  wakil sekretaris pelaksana dengan mengingatkan mereka untuk kebutuhan surat agar bisa langsung menghubungi saya atau sekretaris umum bila membutuhkan surat peminjaman atau sebagainya. Ketika divisi selanjutnya mulai melaporkan persiapannya, mata saya menangkap seseorang yang menarik perhatian di divisi yang tadi sedang kebingungan itu. untuk memastikan itu sesegera mungkin saya memakai kaca mata untuk memperjelas pandangan saya karena memang mata saya sudah tidak bisa lagi bekerja secara mandiri akibat minus yang sudah lumayan besar di mata saya. Ternyata lumayan, di pandangan buram dan jelas karena pakai kaca mata, sosok yang tadi menarik perhatian lumayan “bisa diliat”. Penilaian saat itu masih lumayan tidak lebih. Walaupun kategorinya lumayan, tetapi mata ini tidak bisa lepas dari sosoknya. Pada kesempatan-kesempatan tertentu saya mencuri-curi pandangan untuk sekedar memuaskan mata yang selalu ingin melihat sosoknya.

Rapat kelima atau bisa dibilang rapat terakhir, selesai. Salah satu panitia ada yang mengintrupsi disepersekian detik rapat akan ditutup. Panitia ini meminta surat izin orang tua agar mereka diizinkan mengikuti acara MMPE yang menurut agenda acara akan berlangsung 2 hari 1 malam secara non stop. Selesai panitia itu meminta surat izin orang tua, saya langsung berinisiatif me list panitia yang membutuhkan surat orang tua. Dari sekian panitia yang membutuhkan surat izin orang tua, “dia” ternyata termasuk didalamnya. Kesempatan untuk melihat dia untuk terakhir kalinya tidak saya sia-siakan. Sembari menghitung, karena saya suruh panitia yang membutuhkan surat izin orang tua mengangkatkan tangan, saya sengaja mempercepat hitungan di daerah yang “dia” nya sulit dijangkau oleh mata. Dan saya memperlambat hitungan di daerah yang emang mata saya bisa menjangkau sosoknya. Saya menjanjikan mereka sore ketika kumpulan untuk beres-beres tempat MMPE  surat bisa diambil.

Selesai rapat saya tidak langsung pulang ke kosan, tapi mampir dulu ke kosan Wina untuk menyelesaikan dan mempersiapkan seluruh administrasi yang dibutuhkan nanti. Wina ini sekretaris pelaksananya. Di kosan wina, saya mulai penasaran dengan nama “dia” yang tidak sempat saya tanyakan karena tidak ada kesempatan untuk mengetahui dan menanyakan namanya. Sengaja saya minjem hp Wina untuk mengecek grup MMPE, alasannya untuk melihat grup, takut ada yang butuh surat padahal tujuan utamanya yaitu untuk mengetahui nama “dia” dengan mengecek anggota atau member di grup MMPE. Diliat-liat fotonya, nggak ada yang sama dengan mukanya. Apa mungkin ngga join di grup? Tapi mana mungkin, kalau ngga masuk di grup, dia nggak akan tau informasi mengenai MMPE dong. Untuk meminimalisir kecurigaan, saya tidak berlama-lama mengecek grupnya dan setelah itu langsung izin pulang untuk mandi dan persiapan untuk sore.

Sorenya seperti biasa sekretaris squad, yang beranggotakan saya dan Wina terlambat kumpulan dengan alasan mengurus seluruh dokumen-dokumen yang di butuhkan MMPE seperti print draft sidang, print surat-surat dll. Keterlambatan kali ini tidak mendapat hukuman untungnya karena sebelumnya memang kami sudah izin akan telat dan lagi sore itu kedatangan hujan yang lumayan besar, jadi sebagian dari panitia pun datang terlambat. Sedatangnya saya di tempat MMPE tepatnya di Gor Mashud Wisnu Saputra, panitia sudah kumpul –sepertinya sekretaris squad yang datang terakhir- dan terlihat ruangan pun sudah ditata rapi tinggal pemasangan banner dan kursi fraksi yang belum. Sesuai janji saya tadi pagi, saya langsung membagikan surat izin orang tua kepada panitia. Karena kebanyakan yang membutuhkan surat orang tua itu dari tingkat 1, yang saat itu mereka sedang kumpul dan duduk-duduk di tribun dekat pintu gor, jadi saya dan Wina membagikan suratnya dengan menghampiri mereka. Selesai membagikan surat kepada panitia yang duduk di tribun dekat pintu, reflek saya langsung mencari “dia” yang belum menerima surat izin orang tua ini. Tidak lama, sosok dia langsung saya temui. Kesempatan untuk bisa melihat dia secara dekat tidak saya sia-siakan. Saya menghampiri dia yang sedang sibuk mempersiapkan perlengkapan untuk MMPE bersama temannya.
Dengan memasang muka yang –mencoba- biasa dan menawarkan surat izin orang tua seolah-olah saya tidak tahu dia  membutuhkan suratnya. pertama saya menawarkan suratnya kepada teman di sampingnya kemudian saya tawarkan ke “dia”. Temannya tidak membutuhkan suratnya jadi langsung dia abaikan, sedangkan “dia” buru-buru mengambil surat yang saya tawarkan dan kemudian kembali larut dengan kesibukannya. Agak kecewa sih dengan reaksinya itu. Padahal saya berharap ada sepatah kata yang dia ucapkan, apapun itu, tetapi ternyata saya hanya melihat gerakan tangannya saja. Kalau saya perhatikan tadi pagi dan sore sekarang, dia ini memang tipikal orang yang diam, ngga banyak bicara dan ngga banyak bereaksi secara berlebih. Secukupnya aja. Alasan saya mengagumi dia memang tidak munafik, saya liat dia secara fisik terlebih dahulu dan klop, kemudian penilaian saya semakin tinggi ketika saya melihat dia bicara dan melakukan aktivitas apa pun itu. penilaian yang tadinya lumayan dipertimbangkan kembali ketika dia mulai bicara dan melakukan aktivitas.

Pokoknya semenjak sore itu sosok dia lumayan menancep di hati saya (bahasanya haha). Keesokan harinya, dihari H, fokus saya tidak langsung ke “dia”. Saya larut dengan tugas saya yang pada saat itu menjadi Presidium 1. Kali ini saya memimpin sidang dengan pembahasan tata tertib saja karena setelah pembahasan tata tertib, langsung pemilihan presidium baru yang mana menurut aturan pemillihan presidium, saya tidak bisa lagi menjabat sebagai presidium karena sudah tingkat 3. Fokus saya menjadi presidium mulai diuji ketika melihat “dia” berada di kursi fraksi. Dalam hati saya menggerutu kenapa dia harus duduk di kursi fraksi. Ini membuat fokus saya hilang seketika ketika mata saya bertemu dengan sosok dia. tetapi ada untungnya juga, saya jadi ada kesempatan untuk melihat dia selama persidangan selain untuk menyejukan hati juga untuk tambahan semangat ketika sedang lelah mendengar perdebatan antar fraksi yang sulit untuk dilerai.

Selama persidangan dimulai, fraksi “dia” lumayan aktif memberi pendapat dan masukan. Walaupun bukan dia yang aktif memberikan pandangannya tatapi ini membuat saya mempunyai kesempatan lebih untuk bisa mencuri-curi kesempatan melihat dia. Saya juga sempat berfikir, dalam hal ini bukan saya aja yang bisa menatap dia, dia juga berkemungkinan besar bahkan pasti memandang dan menatap saya. Ini membuat saya salah tingkah dan sedikit grogi untuk memimpin sidang kali ini. Pada beberapa kesempatan, mata saya dan mata dia saling bertemu. Itu tidak berlangsung lama, sekelibas saja karena saya tidak ingin dia curiga dan tidak ingin fokus hilang dengan melihat dia terlalu lama. Senang bercampur gembira bercampur bahagia tidak bisa terdefinisikan rasanya pada saat itu.

Semua bisa terkondisikan dengan baik dan persidangan berjalan dengan lancar sampai akhir persidangan tatib selesai. Bahkan mungkin teman-teman saya yang ikut sidang tatib MMPE nggak ngeh kalau saya sedang dag dig dug, gemetar dan grogi karena ada “dia” yang membuat fokus saya kadang hilang.  Setelah pemilihan presidium dan terpilih presidium 1,2 dan 3 yang baru, saya akhirnya secara resmi turun dan lengser menjadi presidium setelah 3 tahun berturut-turut menjadi presidium MMPE. Saya menyelesaikan persidangan –tatib dan pemilihan presidium- tepat ketika adzan ashar berkumandang. Pembahasan selanjutnya yaitu acara puncak MMPE, laporan pertanggung jawaban himpunan. Dipimpin langsung oleh presidium baru, saya prediksikan LPJ ini akan berjalan lama. MMPE kemarin saja, LPJ selesai pukul 2 dini hari. kita lihat apakah LPJ sekarang akan selama itu?. sepeninggalannya saja dari presidium, saya tidak menjadi fraksi untuk kelas saya, saya memfokuskan diri menyukseskan acara dengan menjadi panitia dan lebih banyak tidur di area p3k karena hari-hari kemarin saya tidak mendapatkan waktu tidur yang ideal.

Perasaan ini berada dalam puncaknya ketika sidang dipending sampai dengan pukul 19.00 dan waktu yang panjang itu saya putuskan untuk pulang ke kosan untuk mandi, makan dll. Sesampainya di kosan, entah kenapa hati ini serasa.... kalian pasti pernah jatuh cinta kan? Ya gitulah rasanya saat itu. Untungnya dikosan lagi ngga ada siapa-siapa jadi saya bebas mau melakukan apapun di sana. Ini saya tidak bohong ya, ketika itu, ngga berhenti-berhentinya saya teriak-teriak ngga jelas. Saya berharap dengan teriak-teriak itu, perasaan yang tadi saya pendam bisa saya keluarkan agar tidak menjadi beban yang sangat menyiksa diri. Memukul-mukul dada untuk meredam kinerja jantung yang terlalu berlebihan. Berdiri, jongkok, berdiri, jongkok, terus saja seperti itu dan saya pun ngga ngerti kenapa saya melakukan itu. sebelum saya pergi ke kamar mandi untuk mandi, saya mengecek dulu playlist lagu yang ada di hp kecil punya a Bryan. Di playlist ke 49 ada lagu yang judulnya “THIS STEP ALONE” by Elliot Yamin. Dari judulnya udah sangat jelas kalau ini lagu untuk orang-orang galau. Tapi entah kenapa, mungkin karena cinta –cinta memang membuat orang menjadi gila- walaupun tau itu liriknya nggak cocok untuk orang yang lagi jatuh cinta tapi saya rasa enak aja di dengar dan cocok-cocok aja dengan situasi dan kondisi saya saat itu. Lagian lagunya juga bukan lagu ballad dan nadanya lumayan enak didengar dan serasa pas aja gitu dengan perasaan ini. ketika mendengarkan lagunya saya jadi membayangkan saya yang ketakutan ditinggalkan dia dan ingin selalu bersama dia. otak saya sudah pada level gila karena cinta pada saat itu. ketika di petikan lirik reff akhir lagunya ....

so i’m gonna take this step, i’m gonna take this step alone...”

Entah kenapa setiap mendengar lirik itu saya selalu senyum-senyum sendiri ngga karuan. Padahal dari arti liriknya ngga ada yang perlu di bahagiakan. Malah harusnya sedih. Memang  benar kata pepatah “cinta itu gila” dan itu terbukti dengan keadaan saya saat itu.
Lagu itu saya puter-puter terus, sampai-sampai saya bawa hpnya ke kamar mandi untuk menemani mandi malam yang sangat dingin pada malam itu. setelah beres semuanya saya bergegas berangkat kembali ke gor mashud untuk mengikuti persidangan selanjutnya.

Pending dicabut dan persidangan kembali dimulai. saya tetap memfokuskan diri menjadi panitia. Disini saya mulai ada keberanian untuk mendekati “dia”. Saya yakin, dengan tidak ada satupun orang yang sadar, saya secara diam-diam membuntuti dia yang sedang bekerja menjadi panitia. Jangan kalian bayangkan saya selalu ada di belakangnya ya. TIDAK. Pokoknya diposisi dimana mata bisa ngeliat “dia”. kecuali kalau ketika “dia” menjadi fraksi, itu tidak saya buntuti. Ketika sedang makan pun, itu saya lupa lagi makan siang atau makan malam, yang pasti saya sengaja keruang p3k ketika melihat dia lagi makan di ruang p3k. Saya pura-pura tiduran dan merebahkan badan di kasur, padahal tujuannya untuk deket dengan “dia”.

Menjelang tengah malam, karena sudah ngantuk dan cape juga saya nggak terlalu sering ngeliat dia. saya lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan karena di dalam lumayan pengap dan puyeng mendengar orang yang lagi adu argumen. Tapi tetep tiap 10 menit sekali menyempatkan masuk ruangan untuk sekedar melihat dia. kalau ternyata dia lagi istirahat di ruang p3k, saya akan tetep disitu sampai dia pergi lagi mau itu menjalankan tugasnya atau masuk menjadi fraksi.

LPJ kali ini ternyata lebih lama dari tahun kemarin. Sampai adzan subuh, LPJ masih belum juga selesai. Berbeda dengan tahun kemarin pukul 2 dini hari saja sudah selesai. Paginya sepertinya pembahasan ad/art, saya ngga terlalu mengikuti persidangan, saya mulai disibukkan dengan hal yang lain, yaitu kumpulan perdana kelompok KKN. Kumpulannya disepakati pada pukul 9, jadi pukul 8 saya menyempatkan pulang ke kosan untuk persiapan. Saya berangkat kumpulan dari kosan bersama a Bryan, karena saya satu kelompok dengan dia, dan kumpulan alhamdullilah berjalan lancar.

Selesai kumpulan KKN kira-kira pukul 10.30 dan disitu saya ada niatan untuk pulang ke kosan aja tidak akan melanjutkan jadi panitia MMPE. Di jam segitu, kalau melihat tahun lalu itu persidangan sudah selesai paling nanti ketika saya kesana panitia sedang beres-beres ruangan. Ternyata rasa “ngga enak” mengalahkan segalanya. Dengan sedikit keterpaksaan saya akhirnya memutuskan ke tempat persidangan untuk melihat MMPE nya apakah sudah selesai atau belum. Dan ternyata ketika saya kesana masih belum selesai, dan persidangan masih membahas tentang ad/art.

Ketika saya mengetahui bahwa persidangan masih di pembahasan ad/art, saya ke mesjid dulu sebentar untuk cuci muka dan menyempatkan pergi ke rektorat untuk mengambil surat penerimaan prakerin adek. Setelah dapat surat penerimaan prakerin saya menuju gor mashud –lagi- dan melihat “dia” sedang duduk di luar ruangan di meja kesekretariatan bersama teman panitia lainnya. Ini kesempatan yang tidak boleh terlewatkan, ada kemungkinan dari situ saya bisa membuka pembicaraan pertama saya dengan dia.

Fikiran nakal saya tiba-tiba muncul. Seseorang membisikan sesuatu di telinga kiri saya yang dimana ia memberikan ide untuk menopangkan tangan di kursi yang dia duduki. Dengan begitu saya bisa berada tidak hanya tepat di sampingnya tetapi juga tangan saya ada kemungkinan untuk bisa bersentuhan dengan punggungnya. karena bisikan telinga kiri lebih menggiurkan dibanding bisikan telinga sebelah kanan, akhirnya saya menyetujui ide dari bisikan orang yang berada di telinga kiri. Sesampainya di sana, ngga tau kenapa tangan ini menjadi kaku dan keberanian untuk menopangkan tangan ke kursinya terasa berat. Untuk menyembunyikan itu, agar terlihat natural juga saya akhirnya menopangkan tangan ke teman yang ada disebelahnya. Sembari mengeluh persidangan belum juga selesai, saya sedikit demi sedikit mencairkan rasa yang menggumpal di dalam diri dengan tidak melewatkan kesempatan bertatapan dengan “dia” secara dekat.

Perasaan ini semakin menjadi-jadi ketika persidangan menginjak acara terakhir yaitu pemilihan ketua hmj dan bpo. Saat itu hari sudah menjelang sore, saya sedang berada di ruang p3k. Tanpa saya beri tau, kalian sudah tau sendiri kenapa saya berada di ruang p3k. Ya... dia sedang istirahat –tidur- di ruang p3k. Kali ini lumayan ada teman becanda di ruang p3k, jadi ngga Cuma ngeliatin dia aja. Sambil becanda dengan adik tingkat yang ternyata punya kesamaan bahasa sunda yang khas seperti bahasa sunda di Banten, jadi mengingatkan saya pada kenangan-kenangan di Banten yang sudah 9 tahun berlalu, ternyata adik tingkat itu tidak mengetahui nama saya siapa. Dengan polosnya dia bertanya nama saya siapa. Oke ini membuktikan bahwa eksistensi saya di UNSIL bahkan di jurusan saya sendiri masih rendah. Karena pertanyaannya sangat menyayat hati, saya tidak langsung menjawab agar dia ada usaha untuk mengetahui nama saya. Karena lokasi “tidur” dan tempat kita becanda itu dekat sekali, mungkin dia terasa terganggu. Saya kira sih begitu walaupun belum tentu dia merasa terganggu. Adik tingkat itu mencoba bertanya ke “dia” yang baru saja bangun. Agak kaget dan khawatir takutnya dia juga ngga tau nama saya. Ya ngga peduli juga sih dia tau nama saya atau ngga tapi tetep kalau itu di saksikan langsung yakin rasanya benar-benar perih (lol).

Ketika adik tingkat itu bertanya ke “dia”, “dia” juga nggak langsung menjawabnya. Ada jeda diam yang mungkin dia lagi berfikir atau masih pusing karena baru bangun tidur. Seketika dia bilang....

“sama kayak nama bulan”

Wadaaaaaaawwwwwwww sampai saat ini pun, kalau membayangkan kejadian itu hati ini selalu berdebar-debar. Sumpah ngga bisa di ungkapkan oleh kata-kata gimana rasanya pada saat itu. pokoknya setelah “dia” bilang gitu lalu pergi, ada jeda juga beberapa detik saya bengong. Gila, rasanya ini detak jantung bisa terlihat dengan mata telanjang saking kerasnya. Ternyata diamnya “dia” tadi itu bukan karena tidak tau, tapi juga ingin membuat teka teki yang membuat adik tingkat ini berusaha untuk berfikir agar tidak menerima langsung secara mentah jawabannya.

Setelah itu adik tingkat ini tau nama saya. Senengnya double lah. Kejadian tadi membuat saya merasa tertantang untuk melihat apakah dia merasakan apa yang saya rasakan?. Maka dari itu saya mencoba lebih berani –walupun sikap beraninya ngga betul-betul berani- dengan mencari-cari perhatian dengan duduk disampingnya atau membuka obrolan seru. Dan itu ternyata tidak berhasil. Berarti bisa dikatakan hanya saya yang merasakan, dia tidak merasakan apa yang saya rasakan.
Menjelang magrib sekitar pukul 16.50, panitia sudah mulai santai karena tinggal pemungutan suara dan penutupan. “dia” juga sudah terlihat santai dimana sebelum-sebelumnya keliatannya sibuk sekali kerjaannya. Saya pada saat itu terus mengeluh lama dan pingin pulang karena memang tubuh sudah mulai 5L (lemah, letih, lesu, lunglai, lapar) dan pingin persidangan segera selesai. Ketika saya sedang duduk di tribun dekat pintu p3k, tanpa diduga dan tanpa disangka, ðia´menghampiri saya dengan mengatakan..

“a tahun depan mah jangan banyak pending ya, lama”

Itu wadaaaaaaawwwwwwwwww tersengat olehnya untuk yang kedua kalinya. Walaupun dia meminta kepada orang yang tidak tepat –dikira saya masih jadi presidium- tapi saya menganggukan kepala tanda menerima permintaan “dia”. dari situ saya mulai memberanikan diri berbicara langsung BERTATAPAN MUKA dengan “dia”. Saya tanya ikut TOL ngga, mau masuk HMJ ngga. Dia menjawab secukupnya dan ketika dia bilang mau masuk HMJ nyali mulai ciut.

Mulailah berkaca, dia punya waktu yang sangat panjang dan punya kesempatan yang sangat besar untuk mengeksplor dirinya. Dengan dia terlibat di berbagai organisasi, kemungkinan besar untuk bertemu orang hebat dan lebih lebih dari saya itu banyak. Apalagi dia sosok yang kalem, santai, tenang dan good looking mustahil dia tidak mendapatkan seseorang yang dia memang inginkan. Mengingat itu seketika galau melanda. Udah kayak anak-anak SMA yang baru puber.

Persidangan akhirnya ditutup sebelum adzan magrib berkumandang. Setelah beres-beres seluruh peralatan, saya duduk di tribun atas dengan lelahnya. Tepat di arah jarum jam 9, “dia” juga duduk di tribun bawah sedang bersiap-siap membereskan peralatannya. Ketika seseorang menghampiri saya dan berbicara serius dengan saya, karena kali ini dia berada tepat pada jarum jam 12 jadi saya bisa melihat “dia” secara langsung. “dia” manatap dengan tajam ke arah kita berdua, walaupun sesungguhnya dia juga sedang berbicara dengan temannya, tapi ini benar, dia melihat kearah kita dengan tatapan yang nggak tau apa maknanya. Yang pasti lumayan lama dia natap kita. Walaupun saya beberapa kali menatap balik dia tapi tetap tidak mengurungkan niatnya untuk menundukan pandangan yang penuh makna itu.

Tibalah sesi foto terakhir. Yang pasti saya sangat senang disini. Saya tidak bisa banyak cerita soal ini, yang pasti ini wadaaaaaaawwwwwww ketiga saya tersengat oleh dia. Yang ini mungkin sengatan yang paling kuat dibanding yang lain. Luar biasa pokoknya. Moment inilah yang  membuat saya menjadi baper oleh “dia”. baper yang saya rasakan sampai saat ini.

Saya berharap dengan curhatnya saya ini bisa meringankan beban rasa saya kepada “dia”. saya juga berharap untuk cepat-cepat dia hilang dari perasaan ini. karena ini sungguh sangat menyiksa. Terakhir saya harap kita tidak saling bertemu lagi. Cukup sekali ini saya merasa tersiksa oleh perasaan ini.



You Might Also Like

2 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images