Ceritanya sekarang ini lagi
kesemsem-kesemsem gitu kayak anak-anak ABG. Maklum diumur-umur sekarang emang
hormon masih kuat dan bergejolak jadi hal-hal mengenai cinta-cintaan itu
menjadi masalah pokok yang tak bisa terkendalikan. Alay-alayan dikit ngga apa-apa
kali ya.
Efek sendirian
di kosan, orang lain udah pada pulang memanfaatkan libur natal dan tahun
barunya sedangkan saya masih stay menjadi
penghuni terakhir. Sendirinya ini tidak menjadi masalah buat saya karena emang
saya orang yang suka dengan kesendirian. Masalahnya adalah menjelang malam
fikiran saya mulai menyibukkan diri dengan mengingat memori-memori yang baru
kemarin terjadi yang membuat perasaan saya tidak bisa terkontrol. Entah mengapa
itu yang pasti kemarin-kemarin sudah mulai terlupakan dengan perasaan itu
tetapi malam ini entah dari mana datangnya, perasaan itu mulai muncul kembali
ke permukaan. Ini menyiksa!. Apalagi kali ini saya sedang sendiri di kosan
dengan diiringi lagu-lagu sendu yang ngga berhenti-berhenti saya play untuk
meramaikan suasana kosan. tambah menjadi-jadi perasaan ini.
Bermula ketika
saya menjadi panitia untuk acara MMPE yang mana ini menjadi ke 3 kalinya saya
terlibat di acara tersebut. MMPE ini sejenis mumas yang isinya kurang lebih
membahas ad/art, laporan pertanggungjawaban himpunan dan pemilihan ketua
himpunan baru. Setiap tahun selalu diselenggarakan, biasanya diselenggarakannya
di bulan Desember. Dari 2 MMPE sebelumnya, MMPE yang ini sangat membekas buat
saya pribadi. MMPE Sebelum-sebelumnya saya lebih memfokuskan diri dengan tugas
yang diberikan kepada saya, jadi hal-hal lain tidak saya perhatikan. Untuk yang
sekarang, karena mungkin sudah terlalu sering saya ikut acara ini, jadi untuk
tugas dan tanggung jawab tidak terlalu saya fikirkan secara berlebihan. ternyata
ini menjadi malapetaka buat saya.
Rapat kelima
atau bisa dibilang rapat terakhir, selesai. Salah satu panitia ada yang
mengintrupsi disepersekian detik rapat akan ditutup. Panitia ini meminta surat
izin orang tua agar mereka diizinkan mengikuti acara MMPE yang menurut agenda
acara akan berlangsung 2 hari 1 malam secara non stop. Selesai panitia itu
meminta surat izin orang tua, saya langsung berinisiatif me list panitia yang membutuhkan surat orang
tua. Dari sekian panitia yang membutuhkan surat izin orang tua, “dia” ternyata
termasuk didalamnya. Kesempatan untuk melihat dia untuk terakhir kalinya tidak
saya sia-siakan. Sembari menghitung, karena saya suruh panitia yang membutuhkan
surat izin orang tua mengangkatkan tangan, saya sengaja mempercepat hitungan di
daerah yang “dia” nya sulit dijangkau oleh mata. Dan saya memperlambat hitungan
di daerah yang emang mata saya bisa menjangkau sosoknya. Saya menjanjikan
mereka sore ketika kumpulan untuk beres-beres tempat MMPE surat bisa diambil.
Selesai rapat
saya tidak langsung pulang ke kosan, tapi mampir dulu ke kosan Wina untuk
menyelesaikan dan mempersiapkan seluruh administrasi yang dibutuhkan nanti.
Wina ini sekretaris pelaksananya. Di kosan wina, saya mulai penasaran dengan
nama “dia” yang tidak sempat saya tanyakan karena tidak ada kesempatan untuk
mengetahui dan menanyakan namanya. Sengaja saya minjem hp Wina untuk mengecek
grup MMPE, alasannya untuk melihat grup, takut ada yang butuh surat padahal
tujuan utamanya yaitu untuk mengetahui nama “dia” dengan mengecek anggota atau
member di grup MMPE. Diliat-liat fotonya, nggak ada yang sama dengan mukanya.
Apa mungkin ngga join di grup? Tapi mana mungkin, kalau ngga masuk di grup, dia
nggak akan tau informasi mengenai MMPE dong. Untuk meminimalisir kecurigaan,
saya tidak berlama-lama mengecek grupnya dan setelah itu langsung izin pulang
untuk mandi dan persiapan untuk sore.
Sorenya
seperti biasa sekretaris squad, yang beranggotakan saya dan Wina terlambat
kumpulan dengan alasan mengurus seluruh dokumen-dokumen yang di butuhkan MMPE
seperti print draft sidang, print surat-surat dll. Keterlambatan kali ini tidak
mendapat hukuman untungnya karena sebelumnya memang kami sudah izin akan telat
dan lagi sore itu kedatangan hujan yang lumayan besar, jadi sebagian dari
panitia pun datang terlambat. Sedatangnya saya di tempat MMPE tepatnya di Gor
Mashud Wisnu Saputra, panitia sudah kumpul –sepertinya sekretaris squad yang
datang terakhir- dan terlihat ruangan pun sudah ditata rapi tinggal pemasangan
banner dan kursi fraksi yang belum. Sesuai janji saya tadi pagi, saya langsung
membagikan surat izin orang tua kepada panitia. Karena kebanyakan yang
membutuhkan surat orang tua itu dari tingkat 1, yang saat itu mereka sedang
kumpul dan duduk-duduk di tribun dekat pintu gor, jadi saya dan Wina membagikan
suratnya dengan menghampiri mereka. Selesai membagikan surat kepada panitia
yang duduk di tribun dekat pintu, reflek saya langsung mencari “dia” yang belum
menerima surat izin orang tua ini. Tidak lama, sosok dia langsung saya temui.
Kesempatan untuk bisa melihat dia secara dekat tidak saya sia-siakan. Saya
menghampiri dia yang sedang sibuk mempersiapkan perlengkapan untuk MMPE bersama
temannya.
Dengan
memasang muka yang –mencoba- biasa dan menawarkan surat izin orang tua
seolah-olah saya tidak tahu dia
membutuhkan suratnya. pertama saya menawarkan suratnya kepada teman di
sampingnya kemudian saya tawarkan ke “dia”. Temannya tidak membutuhkan suratnya
jadi langsung dia abaikan, sedangkan “dia” buru-buru mengambil surat yang saya
tawarkan dan kemudian kembali larut dengan kesibukannya. Agak kecewa sih dengan
reaksinya itu. Padahal saya berharap ada sepatah kata yang dia ucapkan, apapun
itu, tetapi ternyata saya hanya melihat gerakan tangannya saja. Kalau saya
perhatikan tadi pagi dan sore sekarang, dia ini memang tipikal orang yang diam,
ngga banyak bicara dan ngga banyak bereaksi secara berlebih. Secukupnya aja.
Alasan saya mengagumi dia memang tidak munafik, saya liat dia secara fisik
terlebih dahulu dan klop, kemudian penilaian saya semakin tinggi ketika saya
melihat dia bicara dan melakukan aktivitas apa pun itu. penilaian yang tadinya
lumayan dipertimbangkan kembali ketika dia mulai bicara dan melakukan
aktivitas.
Pokoknya
semenjak sore itu sosok dia lumayan menancep di hati saya (bahasanya haha).
Keesokan harinya, dihari H, fokus saya tidak langsung ke “dia”. Saya larut
dengan tugas saya yang pada saat itu menjadi Presidium 1. Kali ini saya
memimpin sidang dengan pembahasan tata tertib saja karena setelah pembahasan
tata tertib, langsung pemilihan presidium baru yang mana menurut aturan
pemillihan presidium, saya tidak bisa lagi menjabat sebagai presidium karena
sudah tingkat 3. Fokus saya menjadi presidium mulai diuji ketika melihat “dia”
berada di kursi fraksi. Dalam hati saya menggerutu kenapa dia harus duduk di
kursi fraksi. Ini membuat fokus saya hilang seketika ketika mata saya bertemu
dengan sosok dia. tetapi ada untungnya juga, saya jadi ada kesempatan untuk melihat
dia selama persidangan selain untuk menyejukan hati juga untuk tambahan
semangat ketika sedang lelah mendengar perdebatan antar fraksi yang sulit untuk
dilerai.
Selama
persidangan dimulai, fraksi “dia” lumayan aktif memberi pendapat dan masukan. Walaupun
bukan dia yang aktif memberikan pandangannya tatapi ini membuat saya mempunyai
kesempatan lebih untuk bisa mencuri-curi kesempatan melihat dia. Saya juga
sempat berfikir, dalam hal ini bukan saya aja yang bisa menatap dia, dia juga
berkemungkinan besar bahkan pasti memandang dan menatap saya. Ini membuat saya
salah tingkah dan sedikit grogi untuk memimpin sidang kali ini. Pada beberapa
kesempatan, mata saya dan mata dia saling bertemu. Itu tidak berlangsung lama,
sekelibas saja karena saya tidak ingin dia curiga dan tidak ingin fokus hilang
dengan melihat dia terlalu lama. Senang bercampur gembira bercampur bahagia
tidak bisa terdefinisikan rasanya pada saat itu.
Semua bisa
terkondisikan dengan baik dan persidangan berjalan dengan lancar sampai akhir
persidangan tatib selesai. Bahkan mungkin teman-teman saya yang ikut sidang
tatib MMPE nggak ngeh kalau saya sedang dag dig dug, gemetar dan grogi karena
ada “dia” yang membuat fokus saya kadang hilang. Setelah pemilihan presidium dan terpilih
presidium 1,2 dan 3 yang baru, saya akhirnya secara resmi turun dan lengser
menjadi presidium setelah 3 tahun berturut-turut menjadi presidium MMPE. Saya
menyelesaikan persidangan –tatib dan pemilihan presidium- tepat ketika adzan
ashar berkumandang. Pembahasan selanjutnya yaitu acara puncak MMPE, laporan
pertanggung jawaban himpunan. Dipimpin langsung oleh presidium baru, saya
prediksikan LPJ ini akan berjalan lama. MMPE kemarin saja, LPJ selesai pukul 2
dini hari. kita lihat apakah LPJ sekarang akan selama itu?. sepeninggalannya
saja dari presidium, saya tidak menjadi fraksi untuk kelas saya, saya
memfokuskan diri menyukseskan acara dengan menjadi panitia dan lebih banyak
tidur di area p3k karena hari-hari kemarin saya tidak mendapatkan waktu tidur
yang ideal.
Perasaan ini
berada dalam puncaknya ketika sidang dipending sampai dengan pukul 19.00 dan
waktu yang panjang itu saya putuskan untuk pulang ke kosan untuk mandi, makan
dll. Sesampainya di kosan, entah kenapa hati ini serasa.... kalian pasti pernah
jatuh cinta kan? Ya gitulah rasanya saat itu. Untungnya dikosan lagi ngga ada
siapa-siapa jadi saya bebas mau melakukan apapun di sana. Ini saya tidak bohong
ya, ketika itu, ngga berhenti-berhentinya saya teriak-teriak ngga jelas. Saya
berharap dengan teriak-teriak itu, perasaan yang tadi saya pendam bisa saya
keluarkan agar tidak menjadi beban yang sangat menyiksa diri. Memukul-mukul
dada untuk meredam kinerja jantung yang terlalu berlebihan. Berdiri, jongkok,
berdiri, jongkok, terus saja seperti itu dan saya pun ngga ngerti kenapa saya
melakukan itu. sebelum saya pergi ke kamar mandi untuk mandi, saya mengecek
dulu playlist lagu yang ada di hp
kecil punya a Bryan. Di playlist ke
49 ada lagu yang judulnya “THIS STEP
ALONE” by Elliot Yamin. Dari judulnya udah sangat jelas kalau ini lagu
untuk orang-orang galau. Tapi entah kenapa, mungkin karena cinta –cinta memang
membuat orang menjadi gila- walaupun tau itu liriknya nggak cocok untuk orang
yang lagi jatuh cinta tapi saya rasa enak aja di dengar dan cocok-cocok aja dengan
situasi dan kondisi saya saat itu. Lagian lagunya juga bukan lagu ballad dan
nadanya lumayan enak didengar dan serasa pas aja gitu dengan perasaan ini.
ketika mendengarkan lagunya saya jadi membayangkan saya yang ketakutan
ditinggalkan dia dan ingin selalu bersama dia. otak saya sudah pada level gila
karena cinta pada saat itu. ketika di petikan lirik reff akhir lagunya ....
“so i’m gonna take this step, i’m gonna take
this step alone...”
Entah kenapa
setiap mendengar lirik itu saya selalu senyum-senyum sendiri ngga karuan.
Padahal dari arti liriknya ngga ada yang perlu di bahagiakan. Malah harusnya
sedih. Memang benar kata pepatah “cinta
itu gila” dan itu terbukti dengan keadaan saya saat itu.
Lagu itu saya
puter-puter terus, sampai-sampai saya bawa hpnya ke kamar mandi untuk menemani
mandi malam yang sangat dingin pada malam itu. setelah beres semuanya saya
bergegas berangkat kembali ke gor mashud untuk mengikuti persidangan
selanjutnya.
Pending
dicabut dan persidangan kembali dimulai. saya tetap memfokuskan diri menjadi
panitia. Disini saya mulai ada keberanian untuk mendekati “dia”. Saya yakin,
dengan tidak ada satupun orang yang sadar, saya secara diam-diam membuntuti dia
yang sedang bekerja menjadi panitia. Jangan kalian bayangkan saya selalu ada di
belakangnya ya. TIDAK. Pokoknya diposisi dimana mata bisa ngeliat “dia”.
kecuali kalau ketika “dia” menjadi fraksi, itu tidak saya buntuti. Ketika
sedang makan pun, itu saya lupa lagi makan siang atau makan malam, yang pasti
saya sengaja keruang p3k ketika melihat dia lagi makan di ruang p3k. Saya
pura-pura tiduran dan merebahkan badan di kasur, padahal tujuannya untuk deket
dengan “dia”.
Menjelang
tengah malam, karena sudah ngantuk dan cape juga saya nggak terlalu sering
ngeliat dia. saya lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan karena di
dalam lumayan pengap dan puyeng mendengar orang yang lagi adu argumen. Tapi
tetep tiap 10 menit sekali menyempatkan masuk ruangan untuk sekedar melihat
dia. kalau ternyata dia lagi istirahat di ruang p3k, saya akan tetep disitu
sampai dia pergi lagi mau itu menjalankan tugasnya atau masuk menjadi fraksi.
LPJ kali ini
ternyata lebih lama dari tahun kemarin. Sampai adzan subuh, LPJ masih belum
juga selesai. Berbeda dengan tahun kemarin pukul 2 dini hari saja sudah
selesai. Paginya sepertinya pembahasan ad/art, saya ngga terlalu mengikuti
persidangan, saya mulai disibukkan dengan hal yang lain, yaitu kumpulan perdana
kelompok KKN. Kumpulannya disepakati pada pukul 9, jadi pukul 8 saya
menyempatkan pulang ke kosan untuk persiapan. Saya berangkat kumpulan dari
kosan bersama a Bryan, karena saya satu kelompok dengan dia, dan kumpulan
alhamdullilah berjalan lancar.
Ketika saya
mengetahui bahwa persidangan masih di pembahasan ad/art, saya ke mesjid dulu
sebentar untuk cuci muka dan menyempatkan pergi ke rektorat untuk mengambil
surat penerimaan prakerin adek. Setelah dapat surat penerimaan prakerin saya
menuju gor mashud –lagi- dan melihat “dia” sedang duduk di luar ruangan di meja
kesekretariatan bersama teman panitia lainnya. Ini kesempatan yang tidak boleh
terlewatkan, ada kemungkinan dari situ saya bisa membuka pembicaraan pertama
saya dengan dia.
Fikiran nakal
saya tiba-tiba muncul. Seseorang membisikan sesuatu di telinga kiri saya yang
dimana ia memberikan ide untuk menopangkan tangan di kursi yang dia duduki.
Dengan begitu saya bisa berada tidak hanya tepat di sampingnya tetapi juga
tangan saya ada kemungkinan untuk bisa bersentuhan dengan punggungnya. karena
bisikan telinga kiri lebih menggiurkan dibanding bisikan telinga sebelah kanan,
akhirnya saya menyetujui ide dari bisikan orang yang berada di telinga kiri.
Sesampainya di sana, ngga tau kenapa tangan ini menjadi kaku dan keberanian
untuk menopangkan tangan ke kursinya terasa berat. Untuk menyembunyikan itu,
agar terlihat natural juga saya akhirnya menopangkan tangan ke teman yang ada
disebelahnya. Sembari mengeluh persidangan belum juga selesai, saya sedikit
demi sedikit mencairkan rasa yang menggumpal di dalam diri dengan tidak melewatkan
kesempatan bertatapan dengan “dia” secara dekat.
Ketika adik
tingkat itu bertanya ke “dia”, “dia” juga nggak langsung menjawabnya. Ada jeda
diam yang mungkin dia lagi berfikir atau masih pusing karena baru bangun tidur.
Seketika dia bilang....
“sama kayak
nama bulan”
Wadaaaaaaawwwwwwww
sampai saat ini pun, kalau membayangkan kejadian itu hati ini selalu
berdebar-debar. Sumpah ngga bisa di ungkapkan oleh kata-kata gimana rasanya
pada saat itu. pokoknya setelah “dia” bilang gitu lalu pergi, ada jeda juga
beberapa detik saya bengong. Gila, rasanya ini detak jantung bisa terlihat
dengan mata telanjang saking kerasnya. Ternyata diamnya “dia” tadi itu bukan
karena tidak tau, tapi juga ingin membuat teka teki yang membuat adik tingkat
ini berusaha untuk berfikir agar tidak menerima langsung secara mentah
jawabannya.
Setelah itu
adik tingkat ini tau nama saya. Senengnya double
lah. Kejadian tadi membuat saya merasa tertantang untuk melihat apakah dia
merasakan apa yang saya rasakan?. Maka dari itu saya mencoba lebih berani
–walupun sikap beraninya ngga betul-betul berani- dengan mencari-cari perhatian
dengan duduk disampingnya atau membuka obrolan seru. Dan itu ternyata tidak
berhasil. Berarti bisa dikatakan hanya saya yang merasakan, dia tidak merasakan
apa yang saya rasakan.
Menjelang
magrib sekitar pukul 16.50, panitia sudah mulai santai karena tinggal
pemungutan suara dan penutupan. “dia” juga sudah terlihat santai dimana
sebelum-sebelumnya keliatannya sibuk sekali kerjaannya. Saya pada saat itu
terus mengeluh lama dan pingin pulang karena memang tubuh sudah mulai 5L
(lemah, letih, lesu, lunglai, lapar) dan pingin persidangan segera selesai.
Ketika saya sedang duduk di tribun dekat pintu p3k, tanpa diduga dan tanpa
disangka, ðia´menghampiri saya dengan mengatakan..
“a tahun depan
mah jangan banyak pending ya, lama”
Itu
wadaaaaaaawwwwwwwwww tersengat olehnya untuk yang kedua kalinya. Walaupun dia
meminta kepada orang yang tidak tepat –dikira saya masih jadi presidium- tapi
saya menganggukan kepala tanda menerima permintaan “dia”. dari situ saya mulai
memberanikan diri berbicara langsung BERTATAPAN MUKA dengan “dia”. Saya tanya
ikut TOL ngga, mau masuk HMJ ngga. Dia menjawab secukupnya dan ketika dia
bilang mau masuk HMJ nyali mulai ciut.
Mulailah berkaca,
dia punya waktu yang sangat panjang dan punya kesempatan yang sangat besar
untuk mengeksplor dirinya. Dengan dia terlibat di berbagai organisasi,
kemungkinan besar untuk bertemu orang hebat dan lebih lebih dari saya itu
banyak. Apalagi dia sosok yang kalem, santai, tenang dan good looking mustahil dia tidak mendapatkan seseorang yang dia
memang inginkan. Mengingat itu seketika galau melanda. Udah kayak anak-anak SMA
yang baru puber.
Persidangan
akhirnya ditutup sebelum adzan magrib berkumandang. Setelah beres-beres seluruh
peralatan, saya duduk di tribun atas dengan lelahnya. Tepat di arah jarum jam
9, “dia” juga duduk di tribun bawah sedang bersiap-siap membereskan
peralatannya. Ketika seseorang menghampiri saya dan berbicara serius dengan
saya, karena kali ini dia berada tepat pada jarum jam 12 jadi saya bisa melihat
“dia” secara langsung. “dia” manatap dengan tajam ke arah kita berdua, walaupun
sesungguhnya dia juga sedang berbicara dengan temannya, tapi ini benar, dia
melihat kearah kita dengan tatapan yang nggak tau apa maknanya. Yang pasti
lumayan lama dia natap kita. Walaupun saya beberapa kali menatap balik dia tapi
tetap tidak mengurungkan niatnya untuk menundukan pandangan yang penuh makna
itu.
Tibalah sesi
foto terakhir. Yang pasti saya sangat senang disini. Saya tidak bisa banyak
cerita soal ini, yang pasti ini wadaaaaaaawwwwwww ketiga saya tersengat oleh
dia. Yang ini mungkin sengatan yang paling kuat dibanding yang lain. Luar biasa
pokoknya. Moment inilah yang membuat
saya menjadi baper oleh “dia”. baper yang saya rasakan sampai saat ini.
Saya berharap
dengan curhatnya saya ini bisa meringankan beban rasa saya kepada “dia”. saya
juga berharap untuk cepat-cepat dia hilang dari perasaan ini. karena ini
sungguh sangat menyiksa. Terakhir saya harap kita tidak saling bertemu lagi.
Cukup sekali ini saya merasa tersiksa oleh perasaan ini.